Senin, 01 Juni 2009

Kecoa

Kecoa
Penulis : Fajar Hidayat
“Nauval, sudah berapa kali sih Mama bilang, kamarnya dibersihin, diberesin! Jorok banget sih. Kamar kok kayak kandang ayam gini. Entar ada kecoanya baru tahu rasa!“ dengan rasa jengkel mama menasehati sama Nauvel.

Sudah hampir dua jam ini Mama ngomel sambil ngeberesin kamar Nauval. Kamar itu sepertinya nyaris tidak layak disebut kamar. Buku-buku berserakan, bahkan sampai ada yang di kolong tempat tidur. Seprei sudah nggak menutupi kasur lagi. Di lantai kamar ada saja sisa-sisa hapusan ditemukan. Lemari baju pun berantakan. 

Disana-sini banyak layangan dan mobil-mobilan yang nggak disimpan pada tempatnya. Sampah jajanan juga menumpuk di belakang pintu. Pokoknya asli tidak enak dilihat! Padahal sudah nyaris setiap hari Mama ngeberesin kamar Nauval, tapi selalu saja kerapihannya tidak bias bertahan lama.

“Huh, kecoa saja diributin,” selalu begitu jawaban Nauval kalau Mama mengingatkan. Dan jawabannya itu tentu saja membuat Mama semakin ngomel besar.

Malam harinya setelah mengerjakan PR Matematika, Nauval tertidur di lantai kamarnya yang mulai berantakan lagi. Mungkin karena kelelahan. Kelelahan menghadapi PR Matematikanya dan kelelahan menghadapi omelan Mama yang membosankan.
***
“Assalamu’alaikum,“ seru Nauval sepulang dari sekolah siang itu. Tidak ada jawaban.

Mama kemana ya, biasanya sebelum Nauval pulang sekolah Mama sudah pulang lebih dulu dari kantor. Ah, mungkin Mama dapat tugas ngeliput dadakan kali ya. Mama kan reporter, batin Nauval. Untung dia membawa kunci duplikat rumah, sehingga dia bisa masuk.

“Lapar, makan ah!” Tujuan pertama Nauval setelah masuk rumah adalah meja makan. Padahal dia belum berganti pakaian. Mama juga sering kali mengomeli kebiasaan Nauval yang satu ini. Tapi dasar Nauval bandel semakin sering Mama mengomel, semakin sering pula dia melakukannya.

Setelah selesai makan Nauval menuju pintu kulkas dan meminum jus alpukat yang ada. Lalu dia mencomot kue kering di lemari makan Mama hingga ludes. Setelah merasa kenyang baru Nauval menuju kamarnya. 

Dibiarkannya saja piring dan gelas bekas makannya tadi berserakan di dapur.

Tapi saat baru saja membuka pintu kamarnya Nauval terkaget-kaget. Di dalam kamarnya ada sesosok monster besar seperti serangga dengan antena panjang dan bau yang tidak enak. Menjijikkan. Hah, apa itu? Nauval menjerit ketakutan, namun tetap tidak bergeming di tempatnya.

“Hei, kamu teman baikku. Aku senang berjumpa denganmu. Mumpung Mama dan Papa kamu tidak ada, ayo kita bersenang-senang. Hahaha,” kata monster itu kepada Nauval dengan suara menggelegar.

“Ss..si..siapa..siapa kamu?!” Nauval memberanikan dirinya untuk bertanya pada monster itu.

“Hahaha, kenapa kamu takut seperti itu, Sobat? Bukankah aku teman baikmu? Sahabat karibmu? Hahaha, tapi tidak apa-apa. Mungkin kamu lupa padaku karena wujudku sekarang lebih besar dari yang biasa kamu lihat. Aku adalah kecoa yang tinggal di kamarmu. Sekarang tubuhku membesar karena segala kebutuhan hidupku terpenuhi di sini,” jawab monster yang ternyata kecoa raksasa itu.

“Ke..ke..kenapa kamu ada di sini?” Nauval bertanya lagi.

“Hahaha…hahaha…hahaha…” Sang monster justru tertawa lebih keras, membuat Nauval makin ketakutan.

“Kamu benar-benar lucu teman. Kamu bertanya kenapa aku ada di kamarmu? Hah, bukankah kamu yang mengundangku ke sini. Apa kamu lupa sobat? Hahaha.” sambil ketawa terbahak.

“A…a…aku…bukan sahabatmu. Aku tidak pernah memintamu ke sini.” Nauvel ketakutan.

“Apa? Kamu tidak mengenalku? Bukankah kamu yang membiarkan kamarmu selalu dalam keadaan tidak rapi, sehingga aku bisa betah tinggal di sini. Kamu yang membiarkan remah-remah makanan berserakan dimana-mana, sehingga aku dapat hidup terjamin disini. Hah, bukankah jelas itu membuktikan kalau kamu adalah sahabatku!” Sang monster mulai tersinggung dengan ucapan Nauval yang tidak mau mengakuinya sebagai sahabat.

“Aku tidak pernah kenal kamu. Pergi kamu dari kamar dan rumahku! Pergi!” teriak Nauval setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya.

“Apa kamu bilang? Kamu memperlakukanku seolah-olah aku tamu yang tak diundang, hah?!” Tiba-tiba sang monster kecoa menjadi sangat marah. Dia tidak terima dan sangat tersinggung karena Nauval tidak mengakui sang kecoa sebagai teman. Padahal Nauval telah mengundang kecoa itu datang ke tempatnya.

Perlahan tapi pasti sang monster mulai merengsek maju ke depan, untuk mendekati Nauval yang masih berada di depan pintu kamarnya. Dia hendak menyerang Nauval dengan antena panjangnya dan wajahnya yang menyeramkan. Nauval kembali ketakutan. Saking takutnya dia tidak sanggup untuk bergerak lari. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.

“Ti..tidak. Tidak! Aku tidak mau berteman denganmu. Tidak. Tidaaak!” Nauval menjerit sekeras-kerasnya sambil menutup mata.
 

Dan tiba-tiba datanglah Mama.
***
“Nauval.. Nauval.. bangun. Bangun Nauval. Kamu kenapa teriak-teriak kayak gitu? Tidur di lantai lagi. Hei, bangun Sayang.. bangun!“ Mama berusaha membangunkan Nauval. Di sampingnya ada Papa. Nauval pun terbangun.

Melihat wajah Mama dan Papa di dalam kamarnya, Nauval tersadar bahwa yang dialaminya tadi hanya mimpi. 
Mimpi buruk yang benar-benar seperti nyata. Bahkan ketakutan yang di rasakannya tadi masih terasa. Tiba-tiba Nauval menangis dan bangkit memeluk Mama.

“Mama, maafin Nauval Ma. Nauval nggak akan ngeberantakin kamar lagi. Nauval janji mau rajin ngeberesin kamar. Nauval nggak mau jadi teman kecoa dan binatang menjijikan yang lain, Ma,“ janji Nauval pada Mama.
Walaupun Mama dan Papa bingung, tapi tentu saja mereka senang mendengar janji Nauval itu. Terutama Mama. Berarti Mama nggak perlu ngomel-ngomel lagi. Mama berharap semoga saja Nauval mematuhi janjinya sendiri. Di tempat lain kecoa sadar bahwa keberadaannya di rumah itu tidak akan lama lagi.karena Nauvel menepati janjinya untuk rajin membersihkan kamarnya.
http://fjsebuahcoretan.blogspot.com
Madiun,10 Maret 2009

0 komentar:

Posting Komentar